DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetic dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian factor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah.
A. Faktor Genetik
Bukti adanya komponen genetic berasal dari koefisien keselarasan (corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozygot, prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak dariorang tua yang menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu. Keterkaitan DM dengan banyak gen kandidat telah teridentifikasi pada berbagai populasi, tetapi tidak ada gen yang terlihat sebagai gen utama didalam proses terjadinya kelainan tersebut. DM tipe 2 merupakan kelainan poligenik dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan gen human leucocytes antigen (HLA). Munculnya diabetes yang biasa muncul ketika dewasa pada usia muda (MODY, maturity-onset diabetes in the young) merupakan bentuk monogenic DM tipe 2 dengan usia onset yang dini, yaitu <25 tahun. Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan dan mutasi disebutkan terjadi paling sedikit pada lima gen. Varian genetic lainnya adalah kehilangan pendengaran yang diwariskan secara maternal pada diabetes mellitus (MIDDM, maternally inherited deafness in diabetes mellitus) yang merupakan cirri khas DM tipe 1 maupun tipe 2. Tuli neural sensorik berhubungan dengan onset DM yang dini dan bentuk ini ditandai oleh pewarisan maternal yang kuat. Hanya anak perempuan yang dapat mewariskan penyakit ini kepada keturunan (Gibney, 2009).
B. Faktor Lingkungan
Sejumlah penelitian epidemiologi dari berbagai bagian dunia memperlihatkan bahwa factor-faktor lingkungan yang utama untuk terjadinya DM neliputi :
v Usia
v Obesitas dan obesitas pada bagian perut
v Resistensi insulin
v Faktor-faktor makanan/gizi
v Aktivitas fisik yang kurang
v Urbanisasi dan modernisasi
Usia
Pertambahan usia merupakan factor resiko yang penting untuk DM. Dalam semua penelitian epidemiologi pada berbagai populasi, prevalensi DM memperlihatkan peningkatan yang spesifik menurut usia. Pada populasi eropa, usia pada saat onset DM umumnya berkisar antara 50-60 tahun, namun usia ini secara signifikan lebih rendah pada penduduk asli Amerika dan India yang angka prevalensi DM-nya tinggi (Gibney, 2009).
Obesitas dan Obesitas pada Perut
Obesitas merupakan factor resiko utama terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks. Sekalipun masih berada didalam kisaran berat badan yang dapat diterima, namun kenaikan berat badan dapat meningkatkan resiko DM khususnya jika ada predisposisi familial. Keadaan ini dapat terjadi karena efek yang merugikan dari usia dan berat badan terhadap tingginya derajat resistensi insulin pada beberapa populasi seperi orang-orang india. Distribusi lemak tubuh lebih penting artinya sebagai predictor DM ketimbang obesitas. Adipositas tubuh bagian atas yang diukur melalui rasio pinggang/panggul (WHR, waist-hip ratio) memiliki keterkaitan yang lebih erat dengan DM pada sejumlah penelitian cross-sectional dan prospektif(Gibney, 2009).
Resistensi Insulin
Defek pada sekresi dan kerja insulin merupakan 2 faktor patogenik yang utama pada DM. Kerja insulin dibawah normal pada jaringan yang diantarai insulin mengakibatkan berkurangnya pembuangan glukosa, sekalipun pada mereka yang bukan diabetisi. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperinsulinemia kompensasi. Karena itu kita sulit membedakan secara biologis antara resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensasi pada orang-orang yang bukan diabetisi (Gibney, 2009)
Faktor Diet
Pola makan atau diet merupakan determinan penting yang menentukan obesitas dan juga mempengaruhi resistensi insulin. Dengan demikian, pola makan memainkan peran yang penting dalam proses terjadinya DM tipe 2. Dengan urbanisasi terjadilah perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. Konsumsi makanan yang tinggi energy dan tinggi lemak, selain aktivitas fisik yang rendah, akan mengubah keseimbangan energy dengan disimpannya energy sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energy yang berlebihan itu sendiri akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang kaya akan energy dan rendah serat akan meningkatkan kenaikan berat badan dan resistensi insulin kendati pada populasi beresiko rendah (Gibney, 2009).
Kurangnya Aktifitas Fisik
Beberapa penelitian cross-sectional pada populasi pasifik, polinesia, dan mikronesia memperlihatkan keterkaitan yang kuat antara prevalensi DM tipe 2 dan kurangnya aktivitas fisik. Dampak kurangnya aktivitas fisik memperlihatkan manifestasi yang lebih nyata pada populasi yang terbiasa untuk melakukan aktifitas fisik yang berat. Perkembangan TGT (toleransi glukosa terganggu) menjadi DM dapat dicegah melalui peningkatan aktifitas fisik yang membrikan perlindungan terhadap timbulnya DM tipe 2 secara langsung maupun melalui pengaruhnya pada obesitas dan metabolism lemak. Latihan fisik memperbaiki sensitifitas insulin serta meningkatkan asupan glukosa oleh otot. Dengan cara ini latihan fisik memberikan efek yang menguntungkan bagi metabolism karbohidrat pada diabetisi maupun orang-orang yang bukan diabetisi. Latihan fisik juga memberikan efek yang menguntungkan bagi metabolism lemak dan berperan dalam penurunan berat badan. Sebuah penelitian yang dilakukan diantara para perawat di AS juga memperlihatkan manfaat latihan fisik, dalam bentuk berjalan cepat, untuk mengurangi resiko DM dan penyakit arteri koronaria. Sebuah penelitian lanjutan selama 6 bulan di Cina memperlihatkan penurunan resiko perkembangan TGT menjadi DM sebesar 40% pada subyek penelitian yang diharuskan menjalani program latihan fisik (Gibney, 2009).
Urbanisasi dan Modernisasi
Peralihan dari kehidupan tradisional kepada kehidupan modern melalui urbanisasi telah membawa sejumlah ancaman kesehatan yang serius pada banyak populasi yang meliputi orang-orang india, penduduk di kepulauan Pasifik, orang-orang Cina, Afrika utara, penduduk pribumi Amerika, dan Aborigin Australia. Dampak urbanisasi terutama terlihat pada data epidemiologi dari Mauritius. Urbanisasi disertai dengan meningkatnya obesitas, berkurangnya aktifitas fisik, dan factor-faktor resiko lainnya yang berkaitan dengan terjadinya DM. Data epidemiologi terakhir menunjukan bahwa peralihan dari gaya hidup tradisional ke gaya hidup modern, dalam Negara yang sama ataukah ke Negara lain yang lebih maju akan menghasilkan efek merugikan yang sama dari lingkungan. Migrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan dalam Negara yang sama berkaitan dengan peningkatan yang besar pada angka prevalensi DM tipe 2 diantara orang-orang India (Gibney, 2009).
Berbagai hal dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit Diabetes Mellitus diantaranya adalah (Sam D Pratiwi, 2007) :
1. Obesitas (kegemukan)Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT> 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi erat kaitannya dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat keluarga Diabetes MellitusSeorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur. Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar